ENAM ALASAN AI TIDAK AKAN MENGGANTIKAN GURU

TAMAN PEMBELAJAR Rawamangun
5 min readJul 4, 2023

--

Neil Selwyn

Dua puluh tahun ke depan, guru akan berada di bawah tekanan yang semakin besar untuk membenarkan eksistensi mereka. Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah mendorong seruan agar pengajaran dilakukan secara otomatis, berbasis pada siswa, dan ‘tanpa guru’. Meskipun teknologi ini mungkin masih membutuhkan fasilitator dan teknisi kelas yang tidak terspesialisasi, peran guru ahli yang sangat terlatih semakin terancam. Ada wacana yang berkembang bahwa “kita tidak benar-benar membutuhkan guru dengan cara yang sama lagi”.

Secara singkatnya, seluruh premis ‘profesi guru’ menghadapi tantangan yang akan datang. Di masa depan di mana pendidikan dapat disediakan oleh mesin secara andal, mengapa terus menginvestasikan jutaan dolar untuk melatih tenaga ahli manusia untuk melakukan pekerjaan tersebut? Mengingat kemungkinan arah perkembangan teknologi dalam beberapa dekade ke depan, apakah ada sesuatu yang dilakukan oleh seorang guru ahli yang tidak akan pernah bisa dilakukan oleh mesin? Sebagai seorang peneliti pendidikan dan guru, saya rasa ada! Berikut ini adalah enam aspek dari pengajaran oleh manusia ahli yang terabaikan dalam arus deras menuju otomatisasi ruang kelas:

1. Guru manusia telah mempelajari apa yang mereka ketahui

Jelas ada manfaat dari berada bersama seseorang yang dapat meneruskan pengetahuan, terutama seseorang yang sebelumnya pernah berada dalam posisi harus mempelajari pengetahuan itu. Kualifikasi yang terakhir ini adalah karakteristik manusia yang unik. Ketika seorang siswa belajar dengan seorang guru yang ahli, mereka tidak hanya mendapatkan akses ke pengetahuan guru tersebut, namun juga mendapatkan manfaat dari ingatan guru tersebut dalam mempelajarinya. Teknologi dapat dimuat sebelumnya dengan konten tentang apa yang akan dipelajari. Namun, tidak ada teknologi AI yang dapat ‘mempelajari’ sesuatu persis seperti cara manusia mempelajarinya, dan kemudian membantu manusia lain untuk mempelajarinya.

2. Guru manusia membuat koneksi kognitif

Manusia memiliki keunikan tersendiri untuk merasakan apa yang dialami manusia lain secara kognitif setiap saat, dan merespons dengan tepat. Dalam hal ini, kontak tatap muka dengan seorang guru memberikan kesempatan yang berharga bagi para siswa untuk terlibat dalam proses berpikir dengan otak manusia lainnya. Di satu sisi, ada sesuatu yang mendebarkan ketika menyaksikan seorang ahli yang memodelkan proses memikirkan sesuatu. Sebaliknya, seorang guru manusia juga dapat membuat ‘hubungan kognitif’ pribadi dengan individu lain yang sedang berusaha untuk belajar. Seperti yang dikatakan oleh David Cohen, guru secara unik mampu “menempatkan diri mereka pada posisi mental siswa”. Terlepas dari upaya terbaik dari ilmu komputer, banyak aspek pemikiran yang tidak dapat dideteksi dan dimodelkan oleh mesin dengan cara ini.

3. Guru manusia membuat hubungan sosial

Mengajar adalah kewajiban timbal balik antara guru dan siswa. Tidak ada guru yang dapat menstimulasi proses pembelajaran tanpa kerja sama dari mereka yang sedang belajar. Guru yang baik menjalin hubungan pribadi dengan murid-muridnya, membantu mereka untuk mengukur apa yang paling cocok untuk digunakan pada waktu tertentu. Sebelum mencoba untuk terlibat secara intelektual dengan sebuah kelompok, guru akan “mengambil denyut nadi mental siswa”. Para guru bekerja keras untuk membangun komitmen bersama untuk belajar, serta mempertahankan keterlibatan dengan memotivasi, membujuk, dan membangkitkan semangat para siswa. Semua ini adalah keterampilan interpersonal yang muncul secara alami pada manusia, bukan pada mesin.

4. Guru manusia berbicara dengan lantang

Ada sesuatu yang transformatif ketika berada di hadapan seorang guru ahli yang berbicara tentang subjek keahlian mereka. Mendengarkan seorang ahli berbicara dapat memberikan hubungan yang nyata dan terbuka dengan pengetahuan. Pembicara yang baik tidak terpaku pada teks tertulis, tapi menyempurnakan, menambah, dan mengubah argumen mereka sesuai dengan reaksi audiens. Oleh karena itu, seorang guru yang berbicara kepada sekelompok siswa terlibat dalam suatu bentuk pewahyuan spontan. Kunci dari hal ini adalah peran guru dalam memimpin dan mendukung para siswa untuk terlibat dalam mendengarkan secara aktif. Seperti yang dikatakan oleh Gert Biestareasons, berbicara dengan orang lain akan mengganggu ego-sentrisme seseorang — menarik seseorang keluar dari diri mereka sendiri dan memaksa mereka untuk masuk ke dalam proses berpikir.

5. Guru manusia tampil dengan tubuh mereka

Tubuh guru adalah sumber daya yang tak ternilai ketika melibatkan siswa dalam pemikiran abstrak. Guru menggunakan tubuh mereka untuk memberi energi, mengatur, dan mengaitkan kinerja pengajaran. Banyak seluk-beluk pengajaran yang terjadi melalui gerakan — mondar-mandir di sekitar ruangan, menunjuk dan memberi isyarat. Guru menggunakan ‘tubuh ekspresif’ mereka — merendahkan suara, menaikkan alis, atau mengarahkan pandangan. Yang terpenting, manusia akan merespons tubuh biologis manusia lain yang hidup dengan cara yang sama sekali berbeda dengan simulasi yang paling realistis sekalipun. Ditatap mata oleh orang lain adalah pengalaman yang berbeda secara kualitatif dibandingkan dengan ditatap oleh robot humanoid 3D, apalagi agen kartun 2D di layar.

6. Guru manusia berimprovisasi dan ‘melakukan apa saja’

Bagian penting dari pengajaran yang baik adalah kemampuan manusia untuk berimprovisasi. Daripada berpegang teguh pada naskah yang telah direncanakan sebelumnya, para guru akan menyesuaikan apa yang mereka lakukan sesuai dengan situasi yang ada. Seperti kebanyakan acara pertunjukan, para guru memulai sebuah sesi dengan rencana atau struktur yang kasar. Namun, setelah itu mereka akan berimprovisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Pengajaran membutuhkan kreativitas, inovasi, dan spontanitas — mirip dengan menari atau bermain musik jazz. Guru dan siswa saling merasakan satu sama lain, menemukan kesamaan dan membangunnya. Mengajar juga menuntut toleransi terhadap ketidaktepatan, kekacauan, dan ketidaktahuan. Sebagian besar tindakan manusia melibatkan sejumlah tebakan, gertakan, dan kesediaan untuk ‘melakukan apa saja’. Ini adalah proses yang sebagian besar tidak dapat dilakukan oleh sistem komputer.

Seperti yang diilustrasikan oleh contoh-contoh ini, seorang guru yang ahli dapat mendukung pembelajaran dengan cara yang tidak akan pernah bisa ditiru sepenuhnya melalui teknologi. Sayangnya, kualitas ini sebagian besar masih belum diakui, bahkan oleh para guru sendiri. Banyak pendidik menganggap mengajar sebagai tindakan ‘bawah sadar’ yang sulit untuk dijabarkan dan diartikulasikan. Namun, sikap malu-malu seperti itu tidak banyak membantu untuk menghilangkan argumen berbasis teknologi yang saat ini sedang dilontarkan terhadap profesi guru.

Para guru perlu angkat bicara dan membuat argumen yang tak terbantahkan untuk tetap mempertahankan keberadaan para profesional ahli di garis depan kelas.

Jadi, bagaimana kita dapat merehabilitasi guru dalam pikiran para pengkritik mereka? Perjuangan berat di negara-negara seperti Australia adalah merevitalisasi sekolah dan ruang kelas agar guru dapat bekerja dengan cara-cara yang baru saja diuraikan. Ini semua adalah karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang guru yang baik, namun sangat terbatas di era ‘mengajar di luar kelas’, rencana pelajaran yang sudah jadi, dan pengujian standar yang kaku.

Langkah pertama menuju arah ini adalah mengubah cara berpikir dan berbicara tentang mengajar. Guru perlu berbicara secara tegas tentang kualitas ini — di antara mereka sendiri, di dalam asosiasi profesional mereka, dengan orang tua, politisi, pakar, dan siapa pun yang memiliki pengaruh. Guru juga perlu berdebat secara langsung dengan industri teknologi dan para perusahaan yang ingin menggantikan mereka dengan mesin. Ada nilai yang jelas dalam diri seorang guru yang ahli dalam bidangnya. Namun, jika guru tidak dapat membuat argumentasi yang meyakinkan, mereka mungkin akan kehilangan argumen bahkan sebelum mereka menyadari bahwa argumen itu ada.

***

*Tulisan ini diterjemahkan bebas dari website https://www.aare.edu.au/blog/?p=2948

--

--

TAMAN PEMBELAJAR Rawamangun
TAMAN PEMBELAJAR Rawamangun

Written by TAMAN PEMBELAJAR Rawamangun

Kami berupaya untuk mengembangkan argumentasi pedagogik Ki Hadjar Dewantoro yang telah dimulai oleh banyak orang.

No responses yet