McDonaldisasi Perguruan Tinggi
HAR Tilaar
Istilah McDonaldisasi pertama-tama dikemukanan oleh seorang sosiolog Amerika, George Ritzer, dalam tulisannya yang terkenal di Journal of American Culture tahun 1983. Pengertian ini lebih merebak dengan publikasi lainnya yang berkenaan dengan itu. Dunia pendidikan tinggi juga telah dimasuki oleh wabah McDonaldisasi seperti yang diperlihatkan dalam pertemuan internasional mengenai McDonaldisasi pendidikan tinggi yang diadakan di Universitas Kent, Canterbury, pada 1 Juli 2001. Di Indonesia, gejala Mc Donaldisasi pendidikan tinggi merebak ketika muncul peraturan pemerintah mengenai otonomi perguruan tinggi (PP 61/1999) yang dimulai dengan empat universitas yaitu, UI, IPB, ITB dan UGM sebagai Badan Hukum Milik Negara.
GEJALA McDONALDISASI PENDIDIKAN TINGGI INDONESIA
Tidak dapat disangkal keberhasilan dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Terlihat misalnya kenaikan jumlah siswa dan mahasiswa di dalam berbagai jenjang pendidikan. Deskan pendidikan dari bawah ke jenjang yang lebih tinggi mulai terasa pada jenjang pendidikan tinggi pada dekade tahun 80-an. Sejalan dengan itu, kita lihat adanya perkembangan yang besar dari jumlah lembaga pendidikan tinggi terutama pendidikan swasta. Pada tahun 80-an mulai terasa keperluan untuk melahirkan tenaga-tenaga yang berpendidikan di atas S-1 sehingga mulailah berkembang program S-2 dan S-3. Pada dekade 90-an perkembangan program PPs mulai mengalami percepatan ditambah dengan terjadinya krisis ekonomi berkelanjutan yang membatasi tamatan-tamatan S-1 untuk memasuki lapang pekerjaan. Maka berkembanglah PPs bukan hanya di perguruan tinggi negeri tetapi juga di beberapa pendidikan tinggi swasta.
Sungguhpun perkembangan PPs belum merupakan indikasi terhadap menurunnya kualitas pendidikan tinggi, tetapi dengan melihat kepada keterbatasan-keterbatasan dana serta fasilitas-fasilitas belajar mengajar yang dapat disediakan oleh lembaga pendidikan tinggi, maka sudah dapat diduga terjadi penurunan kualitas program pascasarjana. Akibatnya memang terasa bagi penurunan mutu pendidikan seperti yang dilaporkan di dalam berbagai laporan mengenai kualitas sumber daya manusia Indonesia, ataupun evaluasi-evaluasi regional mengenai standar pendidikan tinggi Indonesia. Demikian pula daya saing yang rendah dari lulusan pendidikan tinggi Indonesia seperti yang tercantum dalam laporan survey majalah Asia Week. Mutu lulusan pendidikan tinggi Indonesia menurut survey yang diadakan oleh PERC menempati tempat yang paling rendah dari 12 negara Asia yang disurvei.
EMPAT PRINSIP GEJALA McDONALDISASI
McDonaldisasi merupakan pelaksanaan prinsip-prinsip dan sistem franchising makanan cepat saji (fast-food) dari Mc Donald yang terdapat hampir di hampir seluruh dunia. Bermula dari restoran kecil drive in yang menjual hamburger di San Bernadino, California, tahun 1954 oleh Mc Donald bersaudara.
Seorang inovator bernama Ray Crock pada 1955memodernisasi dan merasionalisasi restoran kecil tersebut menjadi raksasa makanan cepat saji yang mendunia. Menurut Ritzer, franchising Mc Donald memiliki empat prinsip:
1. Efisien
Prinsip ini dikenal luas di dalam bisnis. Berdasarkan pada prinsip Fordim (assembly line), Scientific Management dan Birokrasi, maka restoran-restoran Mc Donald dikelola secara sangat efisien. Pada pokoknya restoran tersebut melaksanakan prinsip uniformitas, menu standar, porsi yang sama dengan harga yang sama serta kualitas yang sama dalam setiap restoran Mc Donald.
2. Kalkulabilitas
Bisnis yang diadakan haruslah dapat dihitung untung ruginya. Apabila tidak mungkin, maka dicari jalan pemecahannya agar bisnis tetap meberi keuntungan. Sebagai contoh, pola franchising Mc Donald tidak menarik fee dasar yang besar, tetapi setiap pembelian dikenakan 1,9% kepada pemilik franchise. Jadi yang dipentingkan ialah keuntungan dari para franchise. Demikian pula uniformitas tidak menghalangi adanya inovasi. Oleh sebab itu Mc Donald di Indonesia mempunyai rasa yang cocok dengan lidah Indonesia karena menyertakan nasi di samping french fries atau kentang goreng.
3. Prediktabilitas
Dengan adanya kalkulabilitas maka dengan sendirinya dapat diprediksikan keuntungan yang diperoleh outlet Mc Donald. Setiap outlet telah dapat diprediksi tempat-tempat yang strategis di mana orang akan mencari makan secara cepat, misalnya di lingkungan-lingkungan perkantoran di mana orang tergesa-gesa untuk makan dan bekerja kembali. Demikian pula di highway-highway di mana orang mencari makan di tengah perjalanan secara cepat.
4. Kontrol
Dari kontrol manusia menuju kontrol robot yang mekanistik. Bisnis Mc Donlad mempunyai manual operasi yang sangat tepat yang sudah diterbitkan sejak tahun 1958. Bahkan pada tahun 1961 dia mendirikan suatu ousat pelatihan, sejenis “hamburger university” dengan gelar ‘hamburology’. Demikian cara-cara memberikan servis yang cepat yang dikontrol secara mekanis dan terarah telah dapat mempertahankan kualitas makanan secara cepat dan menyenangkan banyak orang.
Demikian keempat prinsip Mc Donald yang telah membuat restoran cepat saji tersebut menjadi semacam ikon dari proses amerikanisasi budaya dunia. Prinsip McDonaldisasi ini diterapkan bukan hanya di restorannya saja, tetapi juga merambah hampir ke semua sektor kehidupan dari budaya global dewasa ini. Hampir tidak ada sektor kehidupan modern yang tidak dimasukinya. Sevagai ikon modernisasi, prinsip-prinsip McDonaldisasi juga telah memasuki dunia pendidikan termasuk pendidikan tinggi.
KOMERSIALISASI PENDIDIKAN TINGGI
Proses McDonaldisasi, apabila dicermati, memang telah memasuki dunia pendidikan tinggi. Derek Bok, mantan Presiden Universitas Harvard, dalam bukunya yang menjadi best seller, University in the Marketplace, The Commercialisation of Higher Education (2003), menunjukan dengan jelas betapa proses komersialisasi telah mulai mengancam otonomi perguruan tinggi. Ancaman terhadap otonomi pendidikan tinggi mulai terasa ketika pemerintahan federal menciutkan dananya ke pendidikan tinggi sehingga membuka peluang kepada lembaga-lembaga pendidikan tinggi mencari dananya terutama dari perusahaan-perusahaan besar.
Masuknya dana perusahaan-perusahaan besar pada akhirnya membuka conflict of interest antara mempertahankan nilai-nilai akademik dan memajukan nilai-nilai komersial. Bok melihat bahaya perguruan tinggi dan universitas-universitas swasta sampai universitas milik negara (state university), berebut mencari dana dana pengembangan yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan besar yang tidak terlepas dari tujuan komersil. Hal ini misalnya dapat dilihat dengan adanya undang-undang Boyh-Dole yang memungkinkan universitas memperoleh hasil patent atas penelitiannya sehinga dapat mengumpulkan dana yang besar. Patent-patent tersebut tentunya dijual di pasaran kepada perusahaan-perusahaan besar.
Tentunya gejala ini akan memberikan efek yang negatif terhadap nilai-nilai akademik serta integritas lembaga sebagai penjaga obyektifitas dan kebenaran. Etika keilmuan telah mulai merosot digantikan oleh etika bisnis yang sangat merugikan perkembangan pendidikan tinggi sebagai penjaga academic exellence. Bukan berarti pendidikan menutup diri dari perkembangan ilmu pengetahuan dan bisnis (Clark, 2001), tetapi interaksi antara universitas dengan dunia bisnis jangan mengakibatkan kehilangan integritas lembaga pendidikan tinggi. Terganggunya integritas pendidikan tinggi dikhawatirkan akan melahirkan McUniversity di mana lembaga pendidikan tinggi berubah menjadi semacam lembaga tukang jahit yang hanya menanti pesanan para konsumen. McUniversity akan melahirkan McMahasiswa, yaitu mahasiswa yang hanya mengejar ijazah dan bukan untuk mengejar integritas pribadi sebagai seorang sarjana. ***
Sumber Tabloid Transformasi