MENGHADAPI DUNIA MODERN DENGAN MEMBERI SISWA KENDALI ATAS PENDIDIKAN MEREKA SENDIRI
Philippe Meirieu
MODERNITAS vs PENDIDIKAN UNTUK KEBEBASAN
Masyarakat kontemporer, secara bersamaan didorong oleh keinginan untuk pencerahan dan juga terancam oleh kebalikannya. Melebarnya jurang pemisah antara negara maju dan negara miskin, lantas marginalisasi kaum muda, globalisasi teknologi, media yang super-power dan kebangkitan selebritas politik […] semuanya menempatkan masa depan kita dalam baya besar. Bisa jadi yang lebih penting, kemenangan free-trade, yang saat ini memonopoli jasa dan institusi, juga gaya konsumtif di zaman kita yang telah menjadi kekuatan pendorong dari semua perilaku di atas.
Kita sekarang dihadapkan pada fenomena yang sama sekali baru dalam sejarah dunia; The Whim (keinginan), yang sebelumnya hanya merupakan tahap dalam perkembangan individu anak, dan kini telah menjadi prinsip pengorganisasian perkembangan kolektif kita.
Masyarakat kita berfungsi sesuka hati, seperti fungsi motor-mobil dengan bensin. ‘Dorongan untuk membeli’ (the urge to buy) — sebagaimana para spesialis menyebut sebagai keinginan para konsumen — telah menjadi fondasi utama dari apa yang kita yakini sebagai perkembangan ekonomi kita.
Seseorang harus merayu konsumen tanpa henti, dan menggali keinginan baru serta menjebaknya dalam rasa ketidak-puasan yang permanen, dan juga terjerumus dalam hutang.
Anak, tentu saja, selalu melewati tahap di mana ia merasa sangat kuat dan mampu memerintah orang dan yang lainnya.
Ketika seseorang berbicara tetang narsisme dasar atau egosentrisme kekanak-kanakan, fenomena yang sama juga ditekankan pada anak, terjerat dalam keinginan yang belum mampu dia sebutkan atau kenali dalam interaksinya dengan orang lain, tergoda untuk bertindak atas keinginan itu; dia tidak bisa menunggu, dan tidak mengerti bahwa keinginannya tidak dapat dipuaskan dengan segera dan sistematis.
Untuk itu seorang pendidik harus menemaninya dengan sabar, dan mengajarinya untuk tidak langsung beraksi frontal dengan keinginannya, tetapi berusaha untuk membangun suasanya untuk bertanya, mengantisipasi, merenungkan, mengatur dorongan hatinya, dan membangun tekadnya.
Ini adalah pertanyaan tentang watak dan sikap. Dengan demikian, ini lah yang dimaksud dengan urusan pedagogis.
Seseorang tidak bisa keluar sendirian dari keadaan kekanak-kanakan; ia perlu didamaikan dengan struktur sosial yang memahami ‘penundaan’ dan memungkinkan sekilas janji kepuasan masa-depan, terlepas dari frustrasi yang tak terhindarkan.
Masalah ini tidak pernah sepenuhnya diselesaikan: keadaan kekanak-kanakan membawa kita ke kedewasaan dan godaan itu tetap ada, di segala usia, untuk menghapuskan yang lain dan untuk mengembalikan diri, bahkan untuk sesaat, di atas takhta tiran.
Sekarang alasan krisis hari ini adalah bahwa seluruh mesin sosial kita, jauh dari menyediakan dasar yang dapat diandalkan anak untuk tampak dari keadaan kekanak-kanakan, mengulangi dengan tepat prinsip yang darinya pendidikan harus mengajarinya untuk melepaskan diri; “Your impulses are your orders.”
Iklan mempersingkat refleksi apa pun dan menyegerakan kita untuk mengambil tindakan sesegera mungkin. Televisi bergerak lebih cepat daripada pemirsa untuk merekatkan mereka ke layer dan mencegah mereka beralih ke saluran lain. Ponsel mengurangi hubungan mansuia menjadi sekedar perintah instan. Ini bukan plot yang digoreskan oleh generasi ’68 untuk menyabotase pendidikan rakyat — ini adalah konspirasi; semuanya bekerja bersama dan berbisik di telinga anak-anak dan remaja: “Sekarang, segera, tidak peduli berapa biayanya!”.
Mimikri dan tribalism membius semua keinginan sebenarnya dan mengubah orang menjadi roda penggerak dalam mesin konsumen. Hegemoni marketing berakhir pada “zero temperature of thought”.
Dalam kondisi seperti ini kita tidak perlu heran bahwa sulit sekali untuk mendidik pada hari ini: orang tua tahu berapa banyak energi yang diperlukan untuk melawan kekuatan mode dan brand; steriotip yang dipaksakan kepada anak muda dan ditegaskan kembali oleh dan di media.
Guru mencatat setiap hari betapa sulitnya menciptakan lingkungan kerja yang efektif untuk bisa berkonsentrasi, mengembangkan pengendalian diri atau bermanifes dalam suatu pekerjaan/tugas. Mereka melihat para siswanya dengan remote control yang dicangkokkan kedalam otak mereka, high-tech phallus yang menghancurkan semua prosedur skolastik yang mereka perjuangkan untuk dijalankan.
THE STRAIGHT-JACKET OR EDUCATION?
Dihadapkan pada gelombang prilaku kekanak-kanakan (infantilism), yang menempatkan institusi itu sendiri dalam sebuah pertanyaan, formula ajaib membuat pembunuhan; “restoring authority”, mengubah metode membaca dan mengajar empat operasi matematika dari tahun pertama sekolah dasar, disajikan sebagai sarana untuk menyelamatkan pendidikan dan Republik pada saat yang sama!
Ini akan mewakili kemenangan prinsip teknokratis ketika, sebaliknya, yang diperlukan adalah dengan sengaja menciptakan situasi pedagogis di mana anak menemukan melalui pengalaman bahwa kepuasan instan itu mematikan dan bahwa satu-satunya keinginan yang mungkin diperoleh melalui pembangunan skala waktu.
Tetapi, berhadapan dengan gelombang pasang prilaku kekanak-kanakan, yang berkat teknologi dapat mengambil bentuk yang paling biadab seperti tamparan bahagia[1], dan pemikiran totaliter juga maju secara diam-diam.
Philippe Meirieu — Profesor Pendidikan | Univ Lumiere-Lyon
[1] Recording on a mobile phone of violent games in which a child is humiliated or even tortured.