‘Menjadi Guru Merdeka’: Progresivitas Pendidik Ada Di Dalam Watak Murid

TAMAN PEMBELAJAR Rawamangun
5 min readAug 13, 2020

--

Reviewer — Harris Malikus Mustajab

Wajahnya ada dalam majalah Wired, aktivis seluruh dunia bergemuruh. Siapa sangka gadis berusia 16 tahun ini memiliki kesadaran untuk merubah suatu keadaan.

Tidak pernah terbayang bagaimana jadinya bisa memiliki murid seperti Greta Thunberg. Gadis yang menjadi motor “Climate Strike Justice” ini sangat ikonik. Ikon generasi 4.0 yang berhasil melampaui zamannya. Era teknologi memang memanjakan murid. Sangat sedikit peserta didik dikenalkan dengan alam terbuka dan terdorong hasratnya untuk menjaga kelestariannya.

Tugas pokok seorang guru adalah mendidik. Mendidik agar para siswa menemukan kesadaran tertinggi tentang dirinya dan kesadaran akan perubahan yang dapat dilakukan manusia. Menurut Freire kesadaran terbagi tiga: Magis, Naif dan Kritis.

Magis berarti pasif terhadap perubahan zaman, dan mengikuti kehendak lingkungan sekitar. Menjadi dasar logika menerima dengan penuh kepasrahan semua keadaan. Baik dan buruk sudah diatur dengan kehendak supranatural.

Dalih spiritual dan metafisik juga menafsirkan jurang pemisah antara kaya dan miskin adalah “kemiskinan” bukan “pemiskinan”. Hal tersebut menjadikan murid, siswa atau peserta didik kelak menjadi manusia yang pasif dan tidak berinisiatif.

Naif diartikan membenarkan setiap perilaku yang salah. Melakukan kecurangan dalam ujian (menyontek) adalah kenaifan yang acap kali dilakukan pelajar. Alasannya beragam mulai dari kepepet, tidak mengerti, sampai guru yang belum sempat menyampaikan materi yang diujikan.

Alasan klasik tapi terus disampaikan sebagai pembenaran melakukan kegiatan yang salah. Naif, begitu juga dengan guru yang berharap dengan hukuman dan ganjaran akan membawa perubahan kesadaran pada siswa. Tingkat kesadaran berikutnya menurut gagasan Freire adalah Kritis.

Masyarakat awam sering mengartikan kritis sebagai keterampilan membantah atau menyanggah sebuah pendapat atau ungkapan. Salah tafsir ini terus berulang dan diteruskan dari generasi ke generasi sehingga gagasan Freire tentang Critical Consciousness hilang.

Kritis sesungguhnya menurut Freire adalah sadar dengan penuh apa yang seharusnya dilakukan. Melihat suatu permasalahan tidak hanya dari ranting, daun bahkan dari buahnya melainkan dari akar permasalahannya dan dengan sadar melakukan tindakan.

Kesadaran kritis tercermin dari perilaku Gretha Thunberg yang hangat dibicarakan di belahan dunia sana. Murid atau siswa dengan kesadaran kritis tidak akan muncul bila guru tidak menjadi guru yang merdeka. Sekolah konvensional dan sekolah progresif. Begitu kiranya Freire dan Ira membagi sekolah yang ada di Brazil.

Freire menjelaskan dalam dialognya dengan Ira Shor bahwa menjadi guru yang merdeka itu dapat menumbuhkan kesadaran kritis kepada murid, atau peserta didiknya. “Guru dan murid seharusnya membuat suatu pengetahuan baru di kelas,” terang Freire (Menjadi Guru Merdeka-2001: 30). Model guru yang konservatif dan guru merdeka pun dibagi oleh Freire dan Ira.

Guru merdeka memiliki ciri menyampaikan materi yang tidak terikat dengan bukiu paket dan kurikulum yang dibakukan penguasa. Guru merdeka harus bisa membuat kelas dan siswa hidup. Tidak menjadikan siswa laiknya hard disk yang tinggal menyimpan data, melainkan mengajak siswa untuk berdialog menggunakan data. Dialog tentang permasalahan. Tentang akar dari masalah. Tentang apa yang harus dan bisa mereka lakukan.

Ira Shohr meruapakan seorang guru sastra bahasa portugis, dia menceritakan pengalamannya menjadi guru. Baik mengajar di sekolah menengah ataupun di Universitas. Dia bercerita bagaimana dia menjadi guru konservatif, kemudian menjadi guru progresif.

Guru konservatif berarti menyiapkan materi sesuai dengan buku paket (buku induk) sesuai dengan ketentuan kurikulum. Bab per Bab, sub judul ke subjudul yang lain. Bahkan ketika menjadi guru konservatif dia juga menyiapkan media yang berkaitan dengan bahan ajar dengan seksama. Alhasil ternyata kelas yang dikelola pun masih pasif.

Menjadi guru tradisional ternyata tidak membuat Ira puas. Kemudian ia teringat akan pengalamannya menjadi aktifis. Salah satunya tentang perlawanan untuk kesataraan pada tahun 1960-an. Ira membangun kesadaran masyarakat di daerah terpencil tentang pentingnya hak politik. Akhirnya Ira memutuskan untuk menjadi guru prograsif. Membuang buku diktat dan berdialog dengan siswa.

Dialogis adalah metode utama dari guru progresif. Dialogika membongkar konteks penindasan dan ketertindasan siswa. Karena mereka bagian dari masyarakat. Masyarakat selalu mengalami penindasan oleh sistem yang dibangun oleh penguasa (pemodal dan birokrat).

Untuk itulah model pendidikan progresif laiknya diterapkan oleh guru merdeka. Guru yang siap membawa muridnya ke alam kemerdekaan. Bukan hanya merdeka dalam konteks berpikir dan bertindak melainkan juga sosial dan ekonomi.

Belajar dari STM

September lalu terjadi peristiwa bersejarah. Setelah dua dekade lebih gerakan pelajar tidak tampil ke permukaan di Indonesia akhirnya mereka kembali. Diawali dengan rencana Undang Undang KPK dan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ribuan dari mereka turun ke Jalan.

Tidak hanya di Jakarta, melainkan beberapa kota lainnya di Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa pelajar memiliki peran dalam perubahan. Sejak Mei 1998 Sejarah membuktikan bahwa perubahan diawali oleh kepeloporan pelajar dan pemuda.

Selanjutnya bila ditarik lebih kebelakang yaitu pada Oktober 1928 para pemuda berhasil melebur identitas kedaerahan mereka menjadi identitas nasional. Sumpah pemuda, peristiwa bersejarah tersebut menjadikan pelajar sekali lagi abadi. Selanjutnya apa yang kemudian dilakukan pelajar abad 21 akhir September 2019 tidak menjadikannya sebagai sejarah.

Di Jakarta dan Bandung mobilisasi massa menjadi anti klimaks. Kerusuhan yang berujung penangkapan beberapa pelajar menjadikan tuntutan tidak tersampaikan, lebih horornya aksi demonstrasi yang seharusnya dilakukan dengan riang gembira menjadi menakutkan.

Berbeda dari yang diharapkan hal tersebut jelas menggambarkan bahwa kesadaran untuk melakukan perubahan dengan bersama sama sudah mulai muncul pada level pelajar. Pasalnya tidak ada inisiatif unttuk lebih disiplin mengorganisir diri.

Musim semi demonstrasi sudah berakhir hari ini tugas guru seluruh Indonesia lah untuk membangun kesadaran kritis setiap siswanya. Menjadi guru merdeka dan progresif adalah pilihan dari setiap guru. Salah satu item yang harus dimiliki oleh guru progresif ialah memiliki organisasi yang bervisi pada kemerdekaan, bukan organisasi legal formal yang bersifat normatif.

Winarno Surakhmad dalam bukunya Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi mengungkapkan bahwa bila kita menginginkan peningkatan kualitas pendidikan kita, kita berbicara tentang sesuatu yang hanya bisa terjadi dari tangan para guru diakar rumput oleh karenanya maka kualitas dan kekuatan para guru hendaknya menjadi porioritas dari pemerintah. (2009: 260).

Buku Menjadi Guru Merdeka ini sangat layak dibaca oleh para guru yang sudah mewakafkan dirinya untuk masa depan bangsa. Bagaimana kehidupan bangsa dan negara di lima sampai sepuluh dekade keedepan ada ditangan para siswa dan pelajar. Bangkitlah dan mulai mengorganisir diri.

Judul: Menjadi Guru Merdeka

Penulis: Ira Shor dan Paulo Freire

Penerbit: LKis

Tebal:300 Halaman

Tahun: 2001

*** Penulis adalah guru sejarah di SMA Sumbangsih Jakarta dan pegiat pendidikan di Kelompok Belajar Rawamangun

--

--

TAMAN PEMBELAJAR Rawamangun
TAMAN PEMBELAJAR Rawamangun

Written by TAMAN PEMBELAJAR Rawamangun

Kami berupaya untuk mengembangkan argumentasi pedagogik Ki Hadjar Dewantoro yang telah dimulai oleh banyak orang.

No responses yet